Yes 1:15-20 “Pertobatan yang sejati” (4 Mar 2012) [Sengsara III]

Pernah ada anjing yang dengan bangga membawa hasil buruannya kepada pemiliknya. Jika hasilnya berupa tikus mati belum tentu pemiliknya senang! Tetapi, maklum itu anjing. Lebih sulit diterima adalah pasangan yang membeli kado bagi pasangannya untuk menutupi perselingkuhan. Kado itu akan memperparah keadaannya daripada memulihkannya. Demikianlah ibadah Israel pada masa nabi Yesaya. Persembahan dan perayaan mereka tidak dapat mengelabui Tuhan mengenai keadaan mereka yang sebenarnya.

Penggalian Teks

Dalam Yes 1:2-2:4 pesan seluruh kitab Yesaya disampaikan secara ringkas. Pesan itu dimulai dengan sebuah peringatan. Yes 1:2-9 merujuk pada sebuah peristiwa (kemungkinan penyerangan Sanherib pada tahun 701sM yang diceritakan dalam pp.36-37) di mana Yerusalem nyaris hancur. Nasib Yerusalem hampir seperti Sodom dan Gomora (a.9), dan aa.10-20 menasihati umat Israel yang sifatnya ternyata sama dengan Sodom dan Gomora (a.10). Kemudian, rencana Allah disampaikan, yakni pemurnian Sion melalui hukuman (aa.21-31) sampai terwujudlah keadaan baru (keselamatan eskatologis) yang digambarkan dalam 2:1-4. Keselamatan itu yang menjadi alasan untuk bertobat (2:5).

Jadi, perikop 1:10-20 (dimulai pada a.15 karena di situlah disebutkan soal tangan berlumuran darah yang menjadi tema berdasarkan Ams 6:17) mau menyadarkan Israel akan keadaan mereka yang sesungguhnya. Aa.11-14 menyebutkan dosa Israel sedikit, tetapi yang disoroti ialah tanggapan Allah. Allah jemu dan tidak suka (a.11), jijik (a.13), benci dan payah (a.14) akan persembahan dan perayaan mereka. Mereka sepertinya rajin beragama, tetapi hal itu tidak berkenan di hadapan Allah. Justru sebaliknya, dengan menghadap kepada Allah dalam ritus, mereka membawa kejahatan mereka ke dalam hadirat-Nya. Oleh karena itu, hukuman Allah dinyatakan dalam a.15, yakni memalingkan muka-Nya.

Bagaimana semestinya respons Israel terhadap pernyataan sikap Allah itu? Aa.16-17 berbicara tentang pertobatan, mulai dengan yang paling umum sampai yang lebih konkret. Yang paling umum adalah perlunya Israel menjadi bersih. Hal itu secara prinsip berarti menjauhkan kejahatan dan memegang kebaikan. Secara konkret, keadilan yang paling hilang dalam masyarakat mereka, terutama dalam perlakuan terhadap yang tidak berdaya (yatim dan janda).

Pertobatan itu diteguhkan dengan janji dan akibat. Janji itu adalah janji anugerah: tangan mereka yang ternoda merah karena darah kekerasan dapat menjadi bersih (a.18). Janji yang mengejutkan itu merujuk pada karya Allah dalam memurnikan Sion (aa.25, 27), yang dalam keseluruhan kitab Yesaya dilaksanakan oleh Hamba Tuhan (pp.40-55, khususnya p.53). Janji itu menunjukkan bahwa masih ada kesempatan, bukannya sudah terlambat. Kemudian akibatnya disampaikan dalam aa.19-20. Berkat perjanjian Allah dengan Israel (bnd. Ul 28:1-14) diwakili oleh memakan hasil baik dari negeri perjanjian (a.19), sedangkan kutuk perjanjian (bnd. Ul 28:14dst) diwakili oleh dimakan pedang (a.20). Dalam konteks Yes 1:2-2:4, yang bertobatlah yang mengambil bagian dalam keselamatan eskatologis (2:1-4).

Maksud bagi Pembaca

Tujuan pemberitaan Yesaya pada saatnya adalah menawarkan pertobatan kepada Israel supaya bangsa Israel dapat hidup dan tidak mati dihukum pembuangan. Nubuatan Yesaya mulai diterima luas sebagai firman Tuhan ketika hukuman Allah memang terjadi, lebih dari 100 tahun kemudian (Yesaya bernubuat pada paruh kedua abad ke-7 SM, Yerusalem dihancurkan 587 SM). Perikop ini tetap berfungsi untuk menjelaskan pertobatan yang sejati sehingga kita bisa terlibat dalam rencana keselamatan Allah, bukan disingkirkan sebagai timah (a.25).

Makna

Tahap Israel dan kita dalam rencana keselamatan Allah itu tidak sama. Israel adalah bangsa di sebuah tempat tertentu, dan dasar untuk pengampunan baru disimbolkan dengan kurban-kurban di Bait Allah, kenyataannya dalam Kristus belum datang. Jadi, kita perlu meninjau ulang keempat unsur pemberitaan Yesaya, yaitu: perincian dosa, pertobatan, janji pengampunan dan akibat.

Inti dari perincian dosa (aa.11-14 yang disimpulkan dalam a.15) adalah semangat dalam ritus yang tidak dibarengi dengan kebenaran dan keadilan. Hal itu menjadi masalah pada zaman Yesus, dan tetap sampai sekarang. Tangan yang penuh dengan darah tidak sekadar oknum yang melakukan kekerasan. Suharto sebagai presiden mungkin tidak pernah langsung membunuh orang, tetapi tangannya tetap penuh darah. Ayat-ayat berikut juga melihat berbagai bentuk ketidakadilan. Kita bisa membayangkan betapa Allah jijik terhadap sebuah syukuran atas hasil korupsi, betapa Dia tidak berkenan pada pelayanan dari seorang majelis atau pendeta yang suka memukuli keluarganya, betapa Dia berduka atas perayaan kaum elit yang menerapkan kebijakan yang mengalihkan hasil orang miskin kepada orang kaya.

Aa.16-17 berbicara tentang tindakan nyata sebagai wujud pertobatan. Kejahatan tidak hanya dihentikan, tetapi juga kebaikan dipelajari dan keadilan diusahakan. Ini bukan sekadar kesadaran bahwa ada yang kurang, tetapi perubahan sikap. Dulunya orang miskin/kelas bawah/perempuan atau siapa lagi yang menjadi korban kekerasan, dianggap tidak layak, sampah, ancaman dsb. Sekarang, mereka dihargai sehingga diperlakukan dengan baik. Saya tertarik dengan ucapan “belajar berbuat baik”. Seringkali pertobatan menuntut hal-hal yang baru yang harus dipelajari. Jika dulu si suami menangani frustrasi dengan kekerasan, sekarang dia harus belajar cara-cara yang lain. Jika dulu orang besar pintar memeras rakyat, dia harus belajar bagaimana memerintah untuk kepentingan bersama. Pertobatan menyiratkan merendahkan diri—bukan hanya pengakuan akan kesalahan, tetapi juga menjadi orang bodoh yang harus belajar cara yang baik, yang sekarang didambakan oleh karena perubahan sikap adalah intisari pertobatan. Alasan untuk bertobat diperdalam dalam Kristus, tetapi sifat pertobatan tidak berubah.

Pengampunan yang digambarkan dengan begitu dramatis dalam a.18 justru digenapi di dalam Kristus. Jika Allah beperkara, semestinya Israel hancur. Tetapi yang ditawarkan adalah pembenaran: bukan untuk mengatakan bahwa apa yang mereka lakukan adalah tidak terlalu buruk, tetapi untuk menyampaikan berita yang luar biasa bahwa dosa mereka yang begitu berat dapat dihapus sehingga mereka diterima oleh Allah. Itulah yang dihasilkan oleh pengorbanan Kristus, sehingga Paulus berbicara tentang pembenaran oleh iman.

Di dalam Kristus, akibat yang akan dialami Israel juga mengalami perkembangan. Berkat Allah yang dijanjikan untuk jemaat dalam Kristus adalah Roh Kudus (Gal 3:14), termasuk buah-Nya seperti kasih, sukacita, damai dsb. Itulah yang hilang dalam jemaat yang tenggelam dalam kemunafikan. Tetapi dalam konteks lebih luas, jemaat yang munafik akan kehilangan keselamatan eskatologis, sehingga tidak menikmati pengenalan akan Allah yang sudah sempurna, melainkan kehancuran kekal yang di dalamnya tidak ada berkat apapun. Kalau menjemukan Allah tidak apa-apa bagi kita, mungkin hanya ancaman begitu yang dapat menerobos kedegilan hati kita!

Pos ini dipublikasikan di Yesaya dan tag , , , . Tandai permalink.

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.