Lukas 7:1-10 “Kuasa Yesus yang layak diimani” [29 Mei 2016]

Penggalian Teks

Perikop ini terjadi setelah khotbah Yesus di dataran, yang isinya mirip dengan Khotbah di Bukit dari Matius 5–7. (Keduanya barangkali merupakan ringkasan dari ajaran Yesus yang disampaikan berulang kali.) Setelah perikop ini, identitas Yesus menjadi tema penceritaan Lukas: kebangkitan anak muda di Nain menimbulkan laporan bahwa Yesus adalah nabi besar (7:16), dan Yohanes Pembaptis bertanya apakah Yesus adalah Mesias (7:19). Tetapi perikop kita menyoroti iman. Jika khotbah Yesus berakhir dengan seruan untuk menjadikan perkataan-Nya sebagai dasar hidup (6:47–49), perikop ini menyampaikan satu aspek dari iman yang demikian.

Aa.1–2 meletakkan dasar untuk cerita ini: Yesus telah datang ke Kapernaum, tempat perwira dengan hamba favoritnya yang sakit keras. Berdasarkan wacana yang mungkin muncul karena Yesus telah datang, perwira itu mengambil inisiatif untuk memanggil Yesus dengan perantaraan tua-tua Yahudi. Jelas bahwa kedua pihak itu dekat, dan tua-tua yang pernah ditolong senang untuk bisa menolong si perwira itu, dan mereka menyampaikan kelayakan perwira itu (3–5). Yesus menerima panggilan itu, tetapi sebelum Dia sampai pada rumahnya, ada perantara lagi menemui-Nya, kali ini sahabat-sahabat perwira (a.6a; tidak jelas apakah mereka adalah orang asing seperti perwira, atau orang Israel). Mereka membawa pesan dengan dua unsur. Yang pertama, perwira tidak merasa layak untuk berjumpa dengan Yesus; perhatikan bahwa ini berbeda dengan penilaian tua-tua Yahudi. Yang kedua, perwira menilai kemampuan Yesus untuk menyembuhkan sama seperti otoritas seorang perwira atas bawahannya (7b–8). Bagi perwira itu, Yesus tidak bergumul dengan penyakit sebagai lawan yang seimbang, tetapi Dia berhak untuk menyuruh penyakit itu keluar. Makanya, Yesus tidak harus hadir untuk melakukan ritus penyembuhan untuk membujuk penyakit keluar; cukup Yesus mengatakan sepatah kata. Ternyata pemahaman itu pas. Yesus malah heran bahwa perwira itu memiliki pemahaman itu, dan mengangkatnya sebagai contoh iman yang baik untuk orang banyak (9). Pada saat yang sama, Dia menyembuhkan hamba itu.

Cerita ini mulai dengan hamba yang sakit, dan berakhir dengan hamba yang sembuh. Yang berperan dalam perubahan itu ialah iman perwira. Iman itu dilihat secara umum ketika dia memanggil Yesus, tetapi ciri khasnya dilihat ketika dia menolak kelayakannya sendiri, dan menjunjung tinggi kelayakan Yesus untuk menyembuhkan hambanya.

Tentang Apa dan Untuk Apa?

Yang mendapat pujian Yesus ialah iman yang melihat Yesus di atas masalah-masalah kita, bukan perbuatan baik. Yesus menyembuhkan berdasarkan iman itu, bukan berdasarkan kelayakan. Perikop ini mendorong kita untuk melupakan kelayakan-kelayakan yang mungkin saja ada pada diri kita, dan mengandalkan kuasa Yesus yang mutlak. Untuk itu, kita perlu merenungkan kuasa Yesus, dan berdoa berdasarkan pemahaman itu.

Makna

Iman seperti perwira itu mengherankan karena dalam Kitab Suci orang Israel, Allah menciptakan dunia dengan sepatah dua kata, sementara dalam mitos-mitos orang kafir seperti si perwira, dewa-dewi bergumul dan berjuang untuk mengalahkan kuasa-kuasa yang lain. Cara Allah menciptakan dunia yang teratur dari yang tak berbentuk dan kosong adalah juga cara Yesus menyembuhkan orang. Oleh karena itu, Yesus tidak perlu ritus yang dramatis atau doa yang berapi-api untuk mengalahkan kuasa-kuasa gelap; sepatah kata saja sudah cukup. Para dukun berusaha untuk mempengaruhi kuasa-kuasa yang lebih kuat dari diri mereka; Yesus mengusir penyakit sebagai bawahan saja. Hal itu berarti bahwa jika kita berdoa untuk penyembuhan tetapi hal itu tidak terjadi, kita harus menerimanya sebagai kehendak Allah, bukan sebagai kelemahan dalam cara atau sikap kita berdoa. Iman perwira adalah keyakinan akan kuasa Yesus, bukan pengetahuan tentang apa yang akan dilakukan Yesus.

Dalam kisah selanjutnya, memulihkan dosa tidak semudah memulihkan penyakit. Yesus harus masuk ke tengah kejahatan manusia yang berkedok kehormatan sebagai agama dan negara supaya Dia bisa membawa manusia berdosa keluar dalam kebangkitan-Nya. Namun, hal itu telah Dia lakukan, sehingga pengampunan pun ada di tangan-Nya; cukup kita minta dengan iman. Tentu, kesadaran tentang ketidaklayakan kita makin penting; memohon pengampunan sambil menganggap diri orang yang layak adalah sangat rancu. Perhatikan bagaimana iman perwira itu bukan sikap sok alim: dia mencegah Yesus masuk ke dalam rumah karena dia yakin Yesus memiliki kuasa itu dan bahwa dia tidak layak.

Iman si perwira itu muncul ketika dia mendengar tentang Yesus, dan rasa tidak layaknya muncul, saya duga, ketika dia menangkap otoritas Yesus yang begitu tinggi atas penyakit, bukan karena sopan santun atau rasa tidak enak. Otoritas Yesus tidak dibatasi pada penyakit saja. Dia berkuasa untuk memanggil manusia, mengampuni dosa, memperbanyak makanan, menafsir Taurat Allah, dan menghardik taufan, setan, dan penguasa agama dan negara (bdk. Allah dalam Mazmur 96). Akhirnya, Dia berkuasa bahkan atas maut, sehingga Dia dapat “melepaskan kita dari dunia jahat yang sekarang ini” (Gal 1:4). Layakkah kita di hadapan Yesus ini? Tentu, tidak. Layakkah Dia kita imani? Kalau kita siap mendengarkan Injil tentang Yesus dengan baik, iman tidak harus dibuat-buat lagi.

Pos ini dipublikasikan di Lukas dan tag , . Tandai permalink.

Satu Balasan ke Lukas 7:1-10 “Kuasa Yesus yang layak diimani” [29 Mei 2016]

  1. malonda_anita berkata:

    Terima  atas kiriman khotbah Tuhan memberkati

    Terkirim dari Samsung Mobile

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.