Mat 14: 22-33 Yesus hadir dalam kegelapan [13 Ag 2023]

Penggalian Teks

Perikop ini langsung mengikuti peristiwa memberi makan lima ribu orang, sebagaimana ditegaskan oleh kata “segera”. Yesus mendorong murid-murid-Nya naik perahu ke seberang. Kita menduga bahwa mereka mau kembali ke tempat asalnya tadi pagi itu, dan bahwa Yesus akan menyusul dengan berjalan kaki setelah melepaskan orang banyak (22). Memang, Dia melepaskan mereka, tetapi sebelum menyusul Dia menyendiri untuk berdoa (23), sesuai dengan tujuan awal-Nya yang dihalangi oleh munculnya orang banyak (14:13). Dia sendirian di bukit dalam kegelapan (mungkin ada bulan, tetapi tidak ada senter atau lampu), sementara perahu sudah jauh (24). Beberapa mil dari pantai berarti kurang lebih di pertengahan danau Galilea, yang ukurannya kurang lebih sepuluh kali dua puluh kilometer. Jika dalam perjalanan ke tempat itu, mereka kelihatan dari pantai sehingga bisa diikuti oleh orang banyak, ada kesan bahwa mereka harus lebih jauh karena perahu pada zaman itu sulit maju dengan angin sakal.

Frase bahasa Yunani untuk “Kira-kira jam tiga malam” sebenarnya merujuk pada waktu dari jam tiga malam sampai jam enam pagi. Bisa saja fajar menyingsing, atau ada bulan, sehingga Yesus sedikit kelihatan. Di luar dugaan, Yesus mendekati mereka dengan berjalan di atas air (25). Kita yang terlalu biasa dengan cerita ini perlu dituntun kembali oleh murid-murid; peristiwa ini sesuatu yang mengejutkan dan menakutkan, sesuatu yang sepertinya termasuk dunia gaib (“hantu”), lebih lagi di tengah angin keras dan kegelapan (26). Yesus bersuara dengan ucapan yang mau menguatkan (27). Kata tharseite (LAI: “Tenanglah”, tetapi lebih tepat seperti di Mrk 10:49, “Kuatkan hatimu”) berarti menghadapi keadaan yang mengancam dengan keberanian. Dalam LXX (terjemahan PL ke dalam bahasa Yunani), “jangan takut” sering diterjemahkan dengan kata ini. Hal itu memperjelas maksud dari “jangan takut”. Ketakutan bukan dosa melainkan kesempatan untuk belajar berani dalam iman. Jadi, penguatan hati disampaikan dua kali, dengan alasannya di tengah, “Aku ini”. Penguatan itu disampaikan dengan kata-kata, karena penglihatan kabur pada waktu malam.

Permintaan Petrus sulit dimaknai (28). Dia menyapa Yesus sebagai kurios. Kata itu dapat dipakai untuk Allah dan LAI selalu memakai kata “Tuhan” kalau demikian. Namun, artian intinya adalah “tuan”, orang yang mengatur yang lain. Jadi, Petrus menyapa Yesus sebagai atasan lalu memberitahu-Nya apa yang perlu diperintahkan kepadanya (kata keleuō, LAI “menyuruh”, dipakai dalam konteks hierarkhis). Kemudian, alasan untuk dia berjalan di atas air adalah “apabila Engkau itu”. Apakah identitas Yesus baru akan jelas kalau Petrus bisa meniru keajaiban-Nya?

Yesus tidak keberatan, dan Petrus memang berhasil berjalan kepada Yesus (29). Namun, keberaniannya hilang ketika dia memperhatikan (blepō berarti “melihat”, LAI: “dirasanya”) angin, dan ketika dia mulai tenggelam, dia berseru (30). Bahasa “melihat”, “takut”, dan “berseru” itu sama dengan bahasa untuk reaksi murid-murid tadi. Hanya, Petrus berseru kepada Yesus minta tolong, bukan berseru tentang suatu bayangan tentang Yesus (“Itu hantu”). Yesus menyelamatkan-Nya dan memberi diagnosis tentang apa yang terjadi (31). Iman Petrus kurang. Dia mulai dalam keberanian yang langsung terbukti, tetapi dia berpikir kembali (“bimbang”) ketika tiupan angin menarik perhatiannya.

Ketika mereka naik ke perahu, angin reda. Reaksi murid-murid adalah menyembah (Yunani: proskuneō). Kata itu bisa dipakai dalam kaitan dengan manusia yang sangat tinggi kedudukannya, dan juga untuk dewa atau Allah. Mereka menyebut Yesus “Anak Allah”. Frase itu salah satu sebutan untuk Mesias, karena raja Israel disebut “anak Allah” sejak raja Daud (2 Sam 7:14). Namun, kata theos (Allah) didahulukan sehingga ada penekanan sedikit. Walau pun mereka pasti belum sampai memahami-Nya sebagai Allah Anak, oknum kedua Tritunggal, kuasa ilahi jelas terlihat pada-Nya.

Tentang Apa dan Untuk Apa?

Yesus hadir dalam kegelapan dan berkuasa terhadap kuasa-kuasa kekacauan. Kehadiran-Nya memberi kita keberanian dalam kekelaman. Andaikan kita dipanggil untuk berjalan secara ajaib, Dia akan memampukannya. Andaikan kita melangkah dengan gegabah, Dia akan tetap menyelamatkan kita.

Makna

Cerita ini bersama dengan cerita sebelumnya menyingkapkan kuasa ilahi Yesus dalam konteks perlawanan terhadap-Nya yang menjadi-jadi. Jika cerita sebelumnya menyoroti kelimpahan Kerajaan Allah, cerita ini menggambarkan kondisi malam yang kacau dan berbahaya. Jika kita menempatkan diri dengan murid-murid, kehadiran Yesus bisa saja disalah tafsir sebagai sesuatu yang menakutkan, tetapi sabda-Nya menguatkan kita bahwa Dia ada. Pada saat yang tepat, angin pun akan reda. Lebih dari murid-murid, kita bergantung pada sabda itu karena Yesus tidak kelihatan langsung di surga.

Tindakan Petrus yang kurang jelas motivasinya mengajak kita untuk meninjau di mana kita coba menentukan bagaimana Yesus mengarahkan kita. Mungkin kita mencari keajaiban untuk membuktikan kehadiran Yesus. Mungkin kita mau tampil lebih di depan rekan-rekan. (Andaikan motivasi Petrus demikian, dia justru sedikit mendapat malu.) Kita mau mengejar tujuan itu dalam ketaatan, sehingga menyuruh Yesus untuk menyruh kita. Mungkin saja Yesus membiarkan pengejaran itu supaya kita kembali sadar bahwa Dialah sumber keselamatan yang sejati.

Langkah yang gegabah itu tetap menunjukkan kuasa Yesus, dan Petrus mendapat pelajaran tentang kebergantunannya pada Yesus. Tidak semua hal yang kita kagumi bisa kita tiru. Ada yang memiliki karunia iman yang tidak diberikan kepada kita; ada yang lebih dewasa dalam iman. Jika Yesus memanggil untuk sesuatu yang terasa sulit, kita bisa yakin bahwa Dia akan memampukan kita sesuai dengan rencana-Nya.

Pos ini dipublikasikan di Matius dan tag , . Tandai permalink.

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.