Penggalian Teks
Surat sebelum perikop kita menegaskan saling mengasihi secara konkret sebagai ciri utama anak-anak Allah yang lahir dari Allah dan dibentuk oleh kasih Allah yang dinyatakan dengan pengutusan Yesus Anak Allah sebagai pendamaian. Inti itu dikaitkan dengan pengampunan oleh darah Kristus (1:7-2:2), pengenalan akan Allah dalam ketaatan (2:3-11), dan kemenangan atas kejahatan yang mencirikan dunia yang dikendalikan oleh nafsu dan kesombongan tetapi sedang berlalu (2:12-17). Di balik dunia dan keluarga Allah ada dua macam roh, Roh kebenaran yang diberikan Allah, dan roh-roh yang menolak Yesus (3:24-4:6). Jika hidup dalam kasih adalah hal pokok, hidup itu harus dijaga dari berbagai ancaman. Ada pokok yang hanya disinggung dalam pp.1-4, yaitu iman/kepercayaan. Kepercayaan diangkat sebagai salah satu dari dua perintah inti Allah, bersama dengan saling mengasihi (3:23). Kepercayaan itu adalah pada “nama Yesus Kristus, Anak-Nya”, yaitu menempatkan Yesus sebagai otoritas dan identitas kita. Kemudian, kasih Allah kepada kita di dalam Yesus adalah hal yang kita kenal dan percayai (4:16). Dalam uraian selanjutnya, mengasihi Allah dan mengasihi saudara dikaitkan dengan erat, baik dalam negasinya (membenci saudara yang kelihatan menafikan klaim untuk mengasihi Allah yang tidak kelihatan, 4:20) maupun sebagai perintah (4:21).
Perikop kita melanjutkan uraian itu berkaitan dengan kepercayaan. Kasih kepada Allah dan saudara berkaitan erat justru karena saudara lahir dari Allah. Kelahiran yang tidak kelihatan itu dikenali dari kepercayaan kepada Yesus sebagai Mesias (1). Pada saat yang sama, kasih yang sejati kepada saudara harus muncul dari kasih kepada Allah yang ditandai dengan ketaatan (2). Dari satu segi, hal itu terasa kurang substantif, karena kedua perintah utama adalah percaya dan mengasihi saudara. Namun, 2:15-17 sudah menguraikan ketaatan lebih jauh, yaitu dengan menolak nafsu, incaran, dan kesombongan dunia. Nas itu juga memperjelas mengapa kasih kepada Allah begitu erat kaitannya dengan ketaatan (3a), karena secara garis besar ada dua pola hidup untuk dituruti yang bertentangan.
Ide baru yang muncul di sini ialah bahwa perintah-perintah itu bukan beban yang berat (3b). Kata “berat” (barus) dipakai untuk, misalnya, sistem peraturan yang tuntutannya menjadi beban. Bebannya terasa sejauh mana kepentingan sistem berlawanan dengan kepentingan kita. Jadi, artinya bukan bahwa melawan nafsu, incaran, dan kesombongan dunia itu mudah, melainkan bahwa melawan dunia dianggap menguntungkan dan memungkinkan. Kemenangan itu memungkinkan karena lahir dari Allah, atau dengan kata lain, iman kepada Yesus Sang Anak Allah sudah mengandung kemenangan atas dunia (4-5). Oleh iman, semua penopang hidup dalam persekutuan dengan Allah yang diuraikan di atas menjadi milik kita, atau dengan singkat kata, orang percaya memiliki hidup yang kekal (5:11). Daya tarik dunia dikalahkan oleh sesuatu yang jauh lebih baik, yaitu menjadi anggota keluarga Allah.
Tentang Apa dan Untuk Apa?
Allah melahirkan manusia ke dalam persekutuan kasih melalui iman kepada Yesus. Dengan mengasihi Allah di atas dunia karena iman membawa kita kepada-Nya, kita mengalahkan dunia dan dimampukan untuk mengasihi saudara.
Makna
Perikop kita menyoroti persekutuan di dalam keluarga Allah, dengan dunia yang melawan Allah sebagai ancaman. Hal itu mirip dengan ajaran Yesus kepada murid-murid-Nya dalam Yoh 15. Dalam 1 Yoh 2:2 dan Yoh 3:16, ada harapan juga untuk dunia yang tercakup dalam karya keselamatan Yesus. Kisah Para Rasul menyoroti bagaimana Injil menjangkau banyak orang, termasuk orang non-Yahudi seperti Kornelius yang juga menerima berkat Roh Kudus (Kis 10:40-48). Hal itu sesuai dengan penegasan PL bahwa Allah adalah Raja atas seluruh bumi dan sedang datang untuk membawa keadilan, sehingga alam pun bersorak-sorai (Mzm 98). Fokus dalam surat 1 Yohanes tidak meniadakan rencana Allah yang luas itu.
Cakrawala itu juga tidak mengurangi pentingnya penegasan perikop kita pada iman kepada Yesus dan kasih kepada sesama anak Allah. Jika kita tidak mampu mengasihi gambar Allah yang sedang diperbaiki dalam diri dan kelompok orang percaya (“benih Allah” dalam 1 Yoh 3:9), bagaimana kita akan mampu mengasihi gambar Allah yang masih rusak? Saling mengasihi juga berfungsi sebagai sesaksian bagi dunia, sebagai percontohan akan adanya alternatif (Yoh 13:34-35). Alam bersorak dalam Mazmur 98 kita manusia keluar dari egosentrisme dan kepentingan yang sempit.
Mengaku percaya dan mengaku mengasihi adalah hal-hal yang biasa, bahkan mungkin saja menjadi basa basi. Uraian di atas berupaya menempatkan perikop kita dalam kerangka lebih luas tentang kedua dunia itu. Percaya kepada Yesus berarti hidup dalam dunia yang diharapkan, sesuai dengan keinginan Roh dan mata yang tertuju kepada Yesus. Saling mengasihi bukan beban yang berat melainkan pencicipan dari hidup yang kekal. Baik Yesus maupun Yohanes melihatnya sebagai jalan sukacita (Yoh 15:11; 1 Yoh 1:4).