Kis 22:30-23:11 Hati nurani yang murni adalah dasar kesaksian yang berani

Tugas Paulus dalam kisah pendek ini secara tersirat dapat diambil dari Kis 20:24, yaitu, “memberi kesaksian tentang Injil kasih karunia Allah” di tengah penjara dan sengsara sekalipun (20:23). Hal itu sudah dia lakukan di hadapan rakyat di Yerusalem dengan menceritakan perjumpaannya dengan Kristus di jalan menuju Damsyik, tetapi begitu dia menyebutkan bahwa dia diutus kepada bangsa-bangsa lain, huru-hara mulai kembali dan dia harus diamankan di markas (22:21-22). Dengan Paulus ketahuan sebagai warga Rum, kepala pasukan memutuskan untuk mencari penjelasan dari Mahkamah Agung (22:30). Maka muncullah kesempatan kedua Paulus untuk bersaksi kepada orang-orang di Yerusalem, kali ini kepada mantan rekan-rekannya (dan mungkin ada mantan atasan yang belum pensiun, tetapi peristiwa ini kurang lebih 25 tahun setelah Paulus bertobat). Apakah Paulus akan setia pada panggilannya?

Ternyata, jangankan tidak takut, Paulus yang pertama menyerang, tetapi bukan dengan menuduh, tetapi dengan kesaksian tentang hati nurani yang murni (23:1). Hal itu bukan pengakuan bahwa dia bebas dari dosa (bnd. 1 Kor 4:4). Tentang ketaatannya menurut hukum Taurat dia pernah menulis kepada jemaat di Filipi bahwa sebelum dia berjumpa dengan Kristus dia tidak bercacat (Fil 3:6)—tidak bercacat tetapi salah haluan karena menentang Kristus! Jadi, di sini dia menegaskan dari awalnya bahwa perubahan jalan yang begitu drastis dari Saulus yang menganiaya jemaat menjadi Paulus rasul Kristus itu perubahan yang dia amini sepenuhnya sebagai karya Allah dalam hidupnya. Tentu, tersirat di dalamnya adalah implikasi bahwa jalan yang dia tinggalkan, dan tetap mereka anut, adalah jalan menentang Allah. Makanya, Imam Besar menyuruh Paulus ditampar (Kis 23:2). Dengan pernyataan ini Paulus sudah mulai bersaksi tentang Kristus, sebagaimana dibuktikan oleh penolakan yang keras.

Reaksi Paulus menarik (20:3), karena di tempat yang lain dia menasihati jemaat di Roma untuk tidak membalas kejahatan dengan kejahatan (Rom 12:17-21). Orang yang dekat Paulus menuduh bahwa dia mengejek (Kis 22:4), tetapi Paulus sendiri hanya mengaku bahwa jabatan Imam Besar perlu dihormati (22:5). Walaupun nadanya terlalu keras dalam ukuran budaya Indonesia (ataupun Australia), dalam konteksnya Paulus membela haknya untuk diperlakukan dengan adil, sesuai dengan tuntutan hukum Taurat sendiri. Kita melihat bahwa tidak membalas tidak sama dengan membiarkan diri ditindas.

Tindakan Paulus yang berikut cerdik, tetapi juga tepat (22:6). Kebangkitan orang mati adalah inti kesaksian tentang Kristus dalam Kisah Para Rasul, sebagaimana dilihat dalam semua khotbah yang diceritakan Lukas. Walaupun Kristus tidak sempat disebutkan dalam konteks ini, mereka semua pasti sudah mendengar langsung atau lewat laporan kisah Paulus kepada rakyat, selain pemberitaan jemaat di Yerusalem, sehingga jelas bahwa kebangkitan Kristus yang dimaksud. Perpecahan yang timbul menunjukkan sifat yang sebenarnya dari kumpulan ini. Bukannya mereka mempertahankan visi yang jelas, melainkan menyerang ajaran yang akan merongrong kuasa mereka seandainya diterima luas. Hal itu disoroti Lukas dengan penjelasannya tentang perbedaan yang mendasar antara kelompok Saduki dan Farisi (22:8), dan juga refrain “timbul/terjadi perpecahan/keributan” (22:7, 9, 10) yang menunjukkan bahwa mereka sama saja dengan rakyat yang ribut dalam pasal sebelumnya. Sama seperti Yesus, kehadiran Paulus di Mahkamah Agung mengadili Mahkamah Agung itu, bukan sebaliknya. Sayangnya, sudah banyak gereja yang menunjukkan gejala yang sama karena kehilangan arah yang jelas.

Sebagai pembaca, atau paling sedikit sebagai pembaca orang Indonesia yang sangat menghargai keharmonisan, kita mungkin ragu apakah Paulus sudah memberi kesaksian yang tepat. Lukas mengakhiri kisah pendek ini dengan penilaian otoritas tertinggi, yakni Kristus sendiri. Paulus sudah menunaikan tugasnya untuk memberi kesaksian tentang Kristus di Yerusalem, baik kepada rakyat maupun kepada para pemimpin. Ternyata tugasnya belum selesai, karena dia harus juga bersaksi di Roma. Tetapi itu kisah lain.

Kita di mana dalam kisah pendek ini? Dengan Mahkamah Agung, menghalangi pemberitaan Kristus karena kepentingan-kepentingan lembaga, seperti kepentingan untuk berdamai dengan pemerintah atau tokoh adat setempat? Atau dengan Paulus, yang berani mengemban panggilannya dan bersaksi tentang Kristus? Atau mungkin di antaranya. Simpatik, malah kagum, akan Paulus, tetapi kurang berani atau kurang berkeyakinan untuk menanggung risiko yang terjadi ketika kita bersaksi dengan jelas. Jangan sampai kekurangan itu terjadi karena kita tidak mampu mengatakan “sampai kepada hari ini aku tetap hidup dengan hati nurani yang murni di hadapan Allah”.

Pos ini dipublikasikan di Kisah Para Rasul dan tag , . Tandai permalink.

2 Balasan ke Kis 22:30-23:11 Hati nurani yang murni adalah dasar kesaksian yang berani

  1. Saba Palungan berkata:

    Selamat pagi Pak, Hati Nurani Yang Murni dianugerahkan Tuhan kepada manusia. Belum terlambat kalau keluarga dan pekerjaan , kita jadikan tempat pesemaian hati nurani yang murni.Salama’. Tuhan menolong kita .Amin.

  2. y.s .karoma' berkata:

    tampakx memang sudah langka org yg berhati nurani yg murni, apalagi d dewan n pejabat publik. godaan terlalu menggiurkan n sayang utk dilewatkan. di kalangan para pelayanpun (pendeta) tentu sebagian tdk bebas dr virus “materi”, “rasa aman”, “kuasa” hanya kuasa Allah yg mampukan seseorang dpt seperti RP. yg tdk butuh kendaraan dinas, tempat “yg basah”, tunjangan-tunjangan, jaminan hidup yg layak. dlm melayani. iya kan? trim pak ABUHANAN atas penjelasan, semoga BPK tetap sehat n jadi saluran berkat

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.