Lukas 6:43-45 Hati yang berbuah [14 Ag 2016]

Perikop minggu ini hanya terdiri atas tiga ayat, dan ketiga ayat itu mirip saja dengan klise yang lazim pada zaman Yesus sampai sekarang. Untuk dimaknai, kita harus melihatnya dalam konteks lebih luas, yaitu dalam alur khotbah yang disampaikan Yesus, dan visi Kerajaan Allah yang Dia perlihatkan.

Penggalian Teks

Luk 6:20–49 adalah versi Lukas akan khotbah di bukit dari Matius 5–7. Aa.20–26 mencirikan murid-murid Yesus sebagai kelompok yang memilih kesusahan dalam kesetiaan sekarang ketimbang kenikmatan duniawi (bdk. Ibr 11:1–16 minggu yang lalu). Nasihat Yesus yang tidak masuk akal duniawi itu dilanjutkan dengan mengatakan bahwa murid Yesus akan melampaui timbal-balik yang mencirikan relasi manusia dengan berbuat baik dan bermurah hati bahkan kepada musuh dan orang yang tidak bisa membalas budi kita (6:27–38).

Mulai a.39, fokus Yesus adalah cara komunitas murid-murid bisa menuju pola hidup Yesus itu. Dasarnya adalah belajar dengan rendah hati dari Yesus Sang Guru (6:39–40); tujuannya ialah tingkah laku sesuai dengan ajaran Yesus itu sehingga hidup kita sungguh kukuh (6:46–49). Halangannya ialah kemunafikan yang muncul dalam kecaman kepada sesama tentang hal-hal kecil, sementara si pengkritik sendiri gagal dalam hal-hal besar, terutama kasih yang melampaui hukum timbal-balik itu. Untuk bisa berubah, murid-murid Yesus harus mampu untuk mengakui kesalahan, bahkan kegagalan, diri sebelum mengoreksi sesama (6:41–42). Perikop kita (aa.43–45) menjadi peringatan tentang cara berkata yang demikian: menjatuhkan sesama sambil menutupi masalah besar dalam diri sendiri adalah gejala utama orang yang berseru, “Tuhan!” tetapi tidak bertingkah laku sesuai dengan kasih yang melampaui hukum timbal balik itu (6:46–47).

Peringatan itu disampaikan melalui tiga kiasan. Pertama, baik-buruknya pohon diketahui dari buahnya (43). Ukuran itu cukup mendasar: buah biasanya adalah manfaat utama dari sebuah pohon yang berbuah. Tetapi juga, buah yang jelek menunjukkan pohon yang tidak sehat. Kecaman munafik adalah buah yang tidak baik, dan juga gejala orang yang tidak sehat rohani. Kedua, jenis buah menandakan jenis pohon (44). Dengan menyebut semak duri, Yesus mungkin merujuk pada Kej 3:18 di mana semak duri adalah pertanda tanah yang terkutuk. Soal buah anggur mungkin merujuk pada Yes 5:2, 4 di mana Israel tidak membuahkan buah anggur sebagaimana semestinya. Pohon yang tidak baik dan semak duri adalah orang munafik yang merusak hasil jemaat bagi Kerajaan Allah.

A.45 memperjelas maksud Yesus: kondisi dan jenis pohon merujuk pada kondisi dan jenis hati, dan buah merujuk pada perkataan. Tetap ada kiasan di sini: hati ibarat perbendaharaan, dan perkataan sebagai harta yang dikeluarkan dari perbendaharaan itu. Jika selama ini yang disimpan adalah hal-hal yang baik atau yang jahat, itulah yang bisa dikeluarkan. Kecaman kepada sesama yang memvonisnya tentang hal-hal sepele itu muncul dari hati yang jahat, bukan dari hati yang dibentuk oleh kemurahan hati Allah. Untuk hidup seperti Yesus, hal-hal yang baik, yaitu ajaran Yesus yang menjadi dasar di atas batu itu (6:48–49) perlu disimpan di dalam hati untuk menjadi perbendaharaan baru yang akan meluap dengan perkataan yang membangun kasih dalam komunitas Yesus.

Tentang Apa dan Untuk Apa?

Hati adalah sumber dari cara kita berbicara, entah yang menjatuhkan atau yang membangun sesama orang percaya menjadi komunitas yang mengasihi musuh. Oleh karena itu, kita diajak untuk mengisi hati kita dengan hal-hal yang baik, yaitu dengan mendengarkan Yesus (6:47).

Makna

Semak duri tidak mampu menjadi pohon anggur, dan sebuah pohon yang sakit tidak mampu menjadi sembuh. Tetapi a.45 menunjukkan bahwa Yesus berbicara tentang manusia yang dapat berubah. Perubahan itu muncul bukan dari dalam, melainkan dari luar, yaitu dengan mendengarkan Yesus dan melakukan apa yang didengar (6:47). Yang didengar itu bukan sekadar peraturan. Yang didengar adalah suatu visi tentang kedatangan Kerajaan Allah, sebagaimana dilihat dalam mukjizat-mukjizat Yesus yang diceritakan di awal pasal 6 ini, serta visi hidup yang tidak harus menuntut timbal-balik kepada sesama karena percaya kepada Allah.

Menjatuhkan sesama, dalam bentuk menghakimi atau mencari kesalahan (biar selumbar saja), muncul karena kita terkurang dalam hukum timbal-balik yang rusak, yang melebihkan jasa saya dan mengurangi jasa sesama, atau melebihkan kesalahan sesama dan mengurangi kesalahan saya. Hukum timbal-balik adalah hal yang wajar, tetapi penerapannya oleh orang berdosa bermuara pada komunitas yang sakit.

Jadi, buah yang perlu dipertunjukkan kepada jemaat adalah kesakitan karena gosip yang menjatuhkan, prasangka, sedapnya mendengar fitnah dsb. Itulah buah yang mengungkapkan kondisi jemaat yang sebenarnya, meskipun seruan “Tuhan” itu banyak. Solusinya bukan larangan untuk gosip dsb, tetapi mengajak orang untuk mengisi kembali perbendaharaan hati mereka dengan karya dan visi Yesus.

Pos ini dipublikasikan di Lukas dan tag , . Tandai permalink.

2 Balasan ke Lukas 6:43-45 Hati yang berbuah [14 Ag 2016]

  1. abuchanan berkata:

    Sama-sama

  2. Elias Bongi Masau berkata:

    Terima kasih firman Tuhan secara tajam menyorot prikehidupan kita slaku umat Tuhan, menjadi inspirasi iman dalam pelayanan n kehidupan tugas sehari2 Salama’

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.