Kol 1:15-23 Dasar Iman ialah Kristus yang Utama [20 Nov 2016]

Penggalian Teks

Dalam suratnya kepada orang-orang percaya di Kolose, Paulus mau supaya mereka berakar di dalam dan dibangun di atas Kristus (2:7). Seruan itu hanya masuk akal kalau Kristus memang layak menjadi dasar. Perikop kita adalah awal dan dasar dari penguraian yang menyampaikan siapa dan bagaimana Kristus itu. Sebelum perikop kita, doa dan syukur Paulus berakhir dengan syukur kepada Allah yang memindahkan kita dari kuasa kegelapan ke dalam Kerajaan Kristus, sama seperti Dia membawa Israel keluar dari perbudakan ke dalam Kerajaan Israel. Perikop kita menjelaskan bagaimana hal itu terjadi. Aa.15–20 merupakan puisi (syair dari himne?) yang menunjukkan bahwa Kristus adalah Anak Sulung atas ciptaan lama, dan Anak Sulung atas ciptaan baru. Kata “sulung” merujuk pada otoritas anak pertama, seperti dikatakan tentang raja Israel (Mzm 89:28). Puisi ini kaya dengan makna — uraian di sini hanya mencicipinya. Aa.21–23 menjelaskan bagaimana orang percaya di Kolose telah menjadi bagian dari ciptaan baru itu.

A.15 mulai dengan menyebut Kristus sebagai “gambar Allah yang tidak kelihatan”. Tentu, yang tidak kelihatan ialah Allah, dan Kristus menjadi gambar-Nya. Manusia diciptakan untuk menjadi gambar Allah bagi ciptaan-Nya dengan mandat untuk mengolah ciptaan yang masih mentah itu sesuai dengan kehendak Allah (Kej 1:27). Itulah gambar Allah yang terbatas. Kristus menjadi gambar Allah yang penuh dan utuh, karena Dia tidak hanya mengolah ciptaan tetapi menjadi sarana penjadiannya (16). Menciptakan adalah hak istimewa Allah, sehingga Kristus tergolong dengan Allah (tetapi dibedakan dari Allah Bapa, lihat 1:3b). Dengan menjadi bagian dari Kerajaan Kristus (1:13), kita menjadi bagian dari Kerajaan Allah sendiri. Kemudian, sebagai sarana penciptaan, segala hikmat dan pengetahuan terdapat dalam Dia (2:4; bdk. Ams 8:22 dst). Paulus menegaskan bahwa segala sesuatu, termasuk kuasa-kuasa rohani/gaib dalam a.16b, adalah hasil karya Kristus dalam menciptakan, sehingga jelas Dia ada di atas semuanya.

Aa.17–18a merupakan peralihan (penggolongan a.18a dengan a.17 lebih jelas dalam bahasa aslinya). A.17a meringkas aa.15–16: Kristus mendahului segala sesuatu. A.17b menyatakan bahwa karya penciptaan itu tidak berhenti: sekarang segala sesuatu tetap berada karena Dia. Kalimat pertama a.18 mengantar bagian berikutnya yang menyangkut jemaat sebagai wadah penciptaan baru: Kristus adalah kepalanya. Dia adalah kunci dari asal usul, kesementaraan, dan masa depan ciptaan.

Aa.18b–20 mengikuti alur yang mirip dengan aa.15–16. Kristus adalah yang pertama, sulung dari antara orang mati (mengikuti urutan aslinya; kata “bangkit” ditambahkan LAI untuk memperjelas maksudnya). Dengan menyebut adanya “orang mati”, Paulus menyinggung masalah penciptaan pertama: adanya dosa dan maut. Dengan menjadi yang pertama-tama dibangkitkan, Kristus menjadi yang utama dalam rencana Allah untuk pembaruan segala sesuatu, sama seperti Dia menjadi yang utama dalam penciptaan sebagai gambar Allah. Aa.19–20 menguraikan peran Kristus ini (“Karena”). Walaupun Kristus menjadi manusia, Allah berdiam sepenuhnya di dalam-Nya (a.19; perhatikan bagaimana Kristus adalah Allah tetapi dibedakan dari Allah Bapa). Sebagai Allah sejati dan manusia sejati, Dia menjadi sarana pendamaian. Sama seperti Allah menciptakan segala sesuatu melalui-Nya, Allah memperdamaikan segala sesuatu melalui-Nya (20). Caranya ialah salib yang mencucurkan darah Kristus; yang terjangkau bahkan kuasa-kuasa rohani/gaib. Entah kuasa-kuasa itu berubah menjadi baik, atau ditaklukkan (seperti dalam Kol 2:15), intinya bahwa mereka dijinakkan di dalam Kristus.

Aa.21–23 menjelaskan bagaimana kita sebagai manusia berbagi dalam karya pendamaian itu. Paulus menegaskan bagaimana perbuatan jahat manusia adalah buah atau gejala dari permusuhan terhadap Allah (21), sehingga pendamaian yang diadakan dalam kematian Kristus itu diperlukan (22a). Dengan memulihkan hati/pikiran sehingga kita tidak lagi memusuhi Allah, Allah bermaksud untuk membuat kita menjadi persembahan yang berkenan di hadapan-Nya (“kudus”, “tak bercela”, dan “tak bercacat” biasa dipakai untuk persembahan). Ternyata inti dari sikap yang dipulihkan itu disebut “iman”. Iman itu percaya pada pendamaian di dalam Kristus sehingga mengasihi Allah dan sesama dan menantikan apa yang diamankan di surga untuk dinyatakan kelak (1:3; 3:3–4). Dengan uraian di dalam aa.15–22, seruan dalam a.23a untuk tetap teguh dalam iman itu sudah sangat kuat. Keutamaan Kristus juga menjadi dasar untuk pelayanan Paulus yang menjadi topik berikutnya (a.23b).

Tentang Apa dan Untuk Apa?

Dasar dan motivasi iman yang teguh ialah Yesus Kristus yang utama dalam penciptaan dan penciptaan baru, dan menjadi sarana pendamaian dengan Allah.

Makna

Bagaimana caranya menguatkan iman jemaat? Dengan teguran berapi-api untuk beriman? Dengan iming-imingan bahwa iman adalah kunci hidup yang sukses, iman adalah cara menjadi kuat dalam pergumulan? Padahal, iman adalah sifat dan sikap manusia, dan hanya berguna sejauh mana apa yang diimani itu berguna.

Bagaimana kalau kita menguatkan iman jemaat (dan kita) dengan menjunjung tinggi Kristus yang diimani? Paling sedikit, itulah strategi Paulus di sini. Beriman, berakar, dsb, tidak ada gunanya kecuali yang diimani itu kuat dan bermaksud baik bagi kita. Paulus memberitakan bahwa kuasa Kristus ada di atas segalanya, dan bahwa di dalam-Nya ada pendamaian yang sungguh-sungguh dengan Allah. Di dalam darah Kristus, kita melihat Allah yang sejati, sehingga kita ditarik keluar dari permusuhan kita dengan Allah. (Soal penghapusan dosa muncul kemudian pada 2:14–15.) Pada setiap poin dalam penguraian tadi, kita dapat menjelaskannya dan kemudian mengajak jemaat untuk mengimani aspek itu dari pribadi dan karya Kristus. Adakah jemaat yang percaya pada kuasa gaib, gerakan politik, uang, atau bentuk kuasa yang lain (bdk. a.16b, a.20a)? Adakah jemaat yang cemas dengan kondisi dunia/gereja, sehingga mundur dari keterlibatan (bdk. a.18a). Adakah jemaat yang menganggap dirinya penting di dalam jemaat (bdk. a.18a)? Adakah jemaat yang mengandalkan amalnya sendiri (bdk. aa.20, 22)? Adakah jemaat yang patuh kepada sebagian norma kristiani tetapi dalam hati kesal terhadap Allah karena dianggap mengurangi kesenangannya (bdk. a.21)?

Pos ini dipublikasikan di Kolose dan tag , . Tandai permalink.

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.